Rabu, 27 Februari 2013

TENUN IKAT TRADISIONAL ENDE



Juni 2012, saat mendapatkan sebuah tugas, saya menyempatkan mengunjungi sebuah Desa Tenun di Kabupaten Ende yang berlokasi di Pulau Flores. Adalah Kelurahan Onelako Kec. Ndona merupakan salah satu lokasi dimana warganya masih menjaga tradisi tenun ikat tradisional secara turun temurun. Terdapat sebuah kelompok tenun ikat tradisional yang memiliki nama “Bou Sama Sama” yang memiliki arti Kumpul Sama Sama. Menurutku, kelompok ini patut mendapatkan sebuah apresiasi karena masih mempertahankan budaya tenun ikat tradisional ditengah-tengah gempuran produk tekstil modern.  Selain mempertahankan tradisi yang telah diturunkan, tenun ikat tradisional merupakan salah satu sumber pendapatan yang dapat diandalkan. Proses tenun ikat lebih banyak melibatkan kaum perempuan dibandingkan laki-laki, sedangkan keterlibatan untuk laki-laki lebih kepada mencari bahan baku untuk ramuan atau adonan pada proses pewarnaan alami, selain itu untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga, para laki-laki juga bekerja bertani.
Kegiatan pembuatan tenun ikat tradisional dengan menggunakan proses pewarnaan alami tidak semudah yang dibayangkan, karena membutuhkan proses dan waktu yang panjang, total waktu yang dibutuhkan untuk menjadi sebuah kain tenun ikat dengan pewarnaan alami dapat memakan waktu hingga 2 bulan. Beberapa rangkaian kegiatan tenun ikat yaitu merangkai benang-benang untuk diikat menjadi satu rangkaian, sehingga akan membentuk sebuah motif tenun khas Ende. Setelah motif terbentuk, kemudian dilanjutkan dengan pewarnaan dengan mencelupkan  kain tersebut berkali-kali pada adonan pewarna alami yang telah dipersiapkan sebelumnya. Selain itu alat-alat tradisional yang digunakan beragam, seperti olawoe, alat ini digunakan untuk menggulung benang menjadi bola sebelum digunakan, meka, alat ini digunakan untuk membuat rangkaian benang yang dililitkan pada meka hingga meka tersebut tertutup oleh lilitan benang (meka memiliki ukuran yang bermacam-macam), ndao go’a, alat ini dipergunakan untuk menaruh lilitan benang yang telah terbentuk di meka yang kemudian dilakukan pengikatan untuk pembuatan motif. 
            Bahan pewarna yang digunakan dalam proses pewarnaan berasal dari bahan yang diambil dari alam, seperti warna merah alami diambil dari kulit akar mengkudu (Morinda sp), warna biru alami diambil dari daun Tarum (Indigofera tinctoria) selain itu untuk memperkuat warna – warna tersebut agar tetap cerah dan tidak mudah luntur (mordant), penenun tradisional biasa menggunakan daun gugur Loba Manu (Symplocos fasciculata)  yang ditumbuk sehingga menjadi serbuk. Masih terdapat bahan-bahan alami lainnya yang digunakan dalam proses pewarnaan, seperti minyak Kemiri (Aleurites moluccana) yang digunakan dalam proses perminyakan yang dicampurkan dengan daun loba, daun pacar dan daun widuri dengan cara pencelupan hingga minyak kemiri tersebut habis, maksud dari perminyakan ini agar warna dapat cepat masuk. 
            Tradisi tenun ikat tradisional perlu mendapatkan perhatian dari berbagai pihak, karena tradisi ini merupakan sebuah ikon yang dapat ditonjolkan untuk Kabupaten Ende dan bahkan memiliki nilai jual hingga ke mancanegara, menurut penenun tradisional di Onelako bahwa telah banyak wisatawan asing yang datang untuk melihat proses tenun ikat tradisional. Wisatawan dari Jepang, Inggris, dan Amerika pernah datang untuk menyaksikan kegiatan tenun ikat tradisional, dan wisatawan tersebut lebih menyukai tenun ikat tradisional yang menggunakan pewarna alami dibandingkan dengan penggunaan pewarna tekstil seperti naptol meskipun warna kain tenun dengan pewarna alami tidak secerah kain tenun dengan pewarna tekstil, selain itu, hasil tenun ikat tersebut banyak dibeli untuk dibawa pulang oleh wisatawan asing sebagai buah tangan, ini berarti kain tenun ikat tradisional memberikan tambahan penghasilan bagi penenun. Harga kain tenun ikat tradisional antara Rp. 100.000,- dalam bentuk selendang dengan motif yang beragam,dan harga termahal dapat mencapai Rp. 3.000.000,- dalam bentuk sarung perempuan.  
          
            

Tidak ada komentar:

Posting Komentar