Dulu -sebelum mengenal Blog- saya berpikiran, "iki jane nggo ngopo to? untunge nggo aq ki opo?, eh ternyata sekarang setelah saya bekerja dan mencoba-coba membuat blog ternyata banyak manfaat yang bisa saya rasakan, yaahh....meskipun baru mulai dan baru beberapa postingan saja yang saya buat, tapi saya merasa kan kesan yang baik dan bermanfaat dari membuat blog ini, terutama dalam hal memancing minat untuk menulis, ga papa lah bahasanya sedikit amburadul, yang penting pancingan untuk menulis itu sudah mengena dan gatel rasanya kalau tidak menulis, hehe....
Ternyata banyak hal yang bisa dicurahkan kedalam tulisan, tentunya sesuai dengan minat saya yaitu tentang flora dan fauna. Jujur, ada perasaan menyesal, mengapa ga dari dulu saya menulis, banyak kisah hidup, pengalaman, hal-hal baru yang berkaitan dengan dunia flora dan fauna yang sebenarnya dapat dituliskan, tapi yaa....sudahlah, kata orang "yang sudah berlalu biarlah berlalu, sekarang segeralah memulai agar kamu tidak menyesalinya untuk kedua kalinya".
Semoga apa yang saya sajikan di blog ini dapat memberikan wawasan baru bagi kawan-kawan yang berkunjung, dan terutama bagi saya s
Rabu, 27 Februari 2013
TENUN IKAT TRADISIONAL ENDE
Juni 2012, saat mendapatkan sebuah tugas, saya menyempatkan mengunjungi sebuah Desa Tenun di Kabupaten Ende yang berlokasi di Pulau Flores. Adalah Kelurahan Onelako Kec. Ndona
merupakan salah satu lokasi dimana warganya
masih menjaga tradisi tenun ikat tradisional secara turun temurun. Terdapat
sebuah kelompok tenun ikat tradisional yang memiliki nama “Bou Sama Sama” yang
memiliki arti Kumpul Sama Sama. Menurutku, kelompok ini patut mendapatkan sebuah apresiasi karena masih mempertahankan budaya tenun ikat tradisional
ditengah-tengah gempuran produk tekstil modern. Selain mempertahankan tradisi yang telah
diturunkan, tenun ikat tradisional merupakan salah satu sumber pendapatan yang dapat
diandalkan. Proses tenun ikat lebih banyak melibatkan kaum perempuan
dibandingkan laki-laki, sedangkan keterlibatan untuk laki-laki lebih kepada
mencari bahan baku untuk ramuan atau adonan pada proses pewarnaan alami, selain
itu untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga, para laki-laki juga bekerja
bertani.
Kegiatan pembuatan tenun
ikat tradisional dengan menggunakan proses pewarnaan alami tidak semudah yang dibayangkan,
karena membutuhkan proses dan waktu yang panjang, total waktu yang dibutuhkan
untuk menjadi sebuah kain tenun ikat dengan pewarnaan alami dapat memakan waktu
hingga 2 bulan. Beberapa rangkaian kegiatan tenun ikat yaitu merangkai
benang-benang untuk diikat menjadi satu rangkaian, sehingga akan membentuk sebuah
motif tenun khas Ende. Setelah motif terbentuk, kemudian dilanjutkan dengan pewarnaan dengan
mencelupkan kain tersebut berkali-kali
pada adonan pewarna alami yang telah dipersiapkan sebelumnya. Selain itu
alat-alat tradisional yang digunakan beragam, seperti olawoe, alat ini digunakan untuk menggulung benang menjadi bola
sebelum digunakan, meka, alat ini
digunakan untuk membuat rangkaian benang yang dililitkan pada meka hingga meka tersebut tertutup oleh lilitan benang (meka memiliki ukuran yang bermacam-macam), ndao go’a, alat ini dipergunakan untuk menaruh lilitan benang yang
telah terbentuk di meka yang kemudian
dilakukan pengikatan untuk pembuatan motif.
Bahan pewarna yang digunakan
dalam proses pewarnaan berasal dari bahan yang diambil dari alam, seperti warna
merah alami diambil dari kulit akar mengkudu (Morinda sp), warna biru alami diambil dari daun Tarum (Indigofera tinctoria) selain itu untuk
memperkuat warna – warna tersebut agar tetap cerah dan tidak mudah luntur
(mordant), penenun tradisional biasa menggunakan daun gugur Loba Manu (Symplocos fasciculata) yang ditumbuk sehingga menjadi serbuk. Masih
terdapat bahan-bahan alami lainnya yang digunakan dalam proses pewarnaan,
seperti minyak Kemiri (Aleurites
moluccana) yang digunakan dalam proses perminyakan yang dicampurkan dengan
daun loba, daun pacar dan daun widuri dengan cara pencelupan hingga minyak
kemiri tersebut habis, maksud dari perminyakan ini agar warna dapat cepat
masuk.
Tradisi tenun ikat
tradisional perlu mendapatkan perhatian dari berbagai pihak, karena tradisi ini
merupakan sebuah ikon yang dapat ditonjolkan untuk Kabupaten Ende dan bahkan memiliki
nilai jual hingga ke mancanegara, menurut penenun tradisional di Onelako bahwa
telah banyak wisatawan asing yang datang untuk melihat proses tenun ikat
tradisional. Wisatawan dari Jepang, Inggris, dan Amerika pernah datang untuk
menyaksikan kegiatan tenun ikat tradisional, dan wisatawan tersebut lebih
menyukai tenun ikat tradisional yang menggunakan pewarna alami dibandingkan
dengan penggunaan pewarna tekstil seperti naptol meskipun warna kain tenun
dengan pewarna alami tidak secerah kain tenun dengan pewarna tekstil, selain
itu, hasil tenun ikat tersebut banyak dibeli untuk dibawa pulang oleh wisatawan
asing sebagai buah tangan, ini berarti kain tenun ikat tradisional memberikan
tambahan penghasilan bagi penenun. Harga kain tenun ikat tradisional antara Rp.
100.000,- dalam bentuk selendang dengan motif yang beragam,dan harga termahal dapat
mencapai Rp. 3.000.000,- dalam bentuk sarung perempuan.
Yang perlu diperhatikan saat membangun persemaian
Persemaian merupakan
suatu lokasi dimana dilakukan kegiatan pengusahaan semai atau bibit yang siap
tanam. Pembuatan bibit dapat melalui biji atau cabutan (generatif) maupun stek
atau cangkok (vegetatif). Di persemaian ini juga, bibit atau semai dipelihara
mulai dari kecambah atau klonal hingga siap tanam di lapangan. Dengan adanya
persemaian diharapkan bibit – bibit yang dihasilkan memiliki kualitas yang baik
dan mampu beradaptasi dengan lingkungan barunya serta mampu tumbuh dengan baik.
Beberapa hal penting
yang perlu kita perhatikan terkait persiapan persemaian, yaitu :
a. Aspek
Fisik
Lahan
yang dipersiapkan untuk persemaian mempunyai bentangan yang datar, mendapatkan
sinar matahari yang cukup, lokasi persemaian yang diusahakan tidak terlalu
terbuka, namun juga tidak terlalu tertutup, sehingga sinar matahari yang masuk
cukup untuk kebutuhan pertumbuhan bibit gaharu, selain itu, tanah yang akan
dijadikan media untuk pembibitan memiliki sifat fisik yang baik, serta kondisi
persemaian memiliki aerasi yang baik.
b. Aspek
Teknis
Lokasi
persemaian yang dipersiapkan sebaiknya dilengkapi dengan jalan angkut, akan
lebih baik apabila berdekatan dengan jalan utama, sehingga akses keluar masuk
persemaian menjadi lebih mudah, kemudian lokasi persemaian dekat dengan sumber
air seperti sungai, atau apabila jauh dari sungai maka bisa dibuatkan sumur
atau kolam untuk menampung air, selain itu mudah mendapatkan media tanam serta
pupuk, dan luasan persemaian memadai seasuai dengan jumlah bibit yang ingin
diusahakan.
c. Aspek
Ketenagakerjaan.
Tenaga kerja merupakan aspek penting
dalam terbentuknya suatu persemaian yang baik, biasanya persemaian dibangun
dekat dengan desa maupun perkampungan sehingga mudah didapatkan tenaga kerja,
selain itu kontrol terhadap bibit yang diusahakan dapat terjaga.
Langganan:
Postingan (Atom)